BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Seiring
dengan perkembangan zaman dan teknologiyang semakin modern dan semakin kompleks,
pemikiran manusia pun berkembang mengikuti arus perkembangan global dunia.
Dalam kehidupan modern yang sedang berlangsung, terkadang umat manusia sering
mengabaikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Manusia modern sering menganggap
kecil dan menganggap remeh hal-hal yang seharusnya benar-benar penting dan
harus mereka perhatikan. Apalagi bila menyangkut masalah agama, aqidah, syari’at,
maupun adab dalam kehidupan.
Demikian
pula dikalangan pula di kalangan para remaja dan sebagian besar orang dewasa
yang mempelajari ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, secara sekuler.
Banyak di antara merekayang memisahkan agama dengan kehidupan. Maka, apabila
diamati secara seksama, tak jarang banyak muda-mudi yang telah mengetahui bahwa
‘pacaran’ tidak memiliki tuntunan dalam syari’at Islam. Namun karena zaman dan
nilai-nilai peradaban yang telah bergeser, seolah fenomena sosial tersebut
menjadi suatu hal yang wajar dan biasa di kalangan masyarakat.
Namun
demikian, fenomena pacaran tersebut bukanlah menjadi suatu hal yang baik menurut
hukum dan aturan agama Islam. Bahkan pada kenyataannya, pacaran lebih banyak
menimbulkan maksiat dan mengarah pada perbuatan zina yang dilarang oleh agama.
Kebanyakan
orang pacaran mengatasnamakan ‘cinta’. Memang benar, cinta adalah fitroh dari
Allah SWT yang diberikan pada setiap umatnya. Tetapi, apa sebenarnya arti cinta
itu sendiri juga banyak yang belum paham. Bahkan dari mereka yang berkata bahwa
itu cinta, justru mengarah pada nafsumaupun syahwat. Karena, baik sayang,
cinta, maupun nafsu hanya memiliki pembatas yang sangat tipis dan terkadang
seolah kabur.
Dari
kenyataan yang ada di Indonesia sendiri, banyak dari kalangan siswa-siswi
maupun kalangan mahasiswa-mahasiswi yang menjalani pacaran dan sudah pernah
melakukan hubungan layaknya suami-istri. Bahkan, tidak sedikit pula di antara
mereka yang melakukan aborsi akibat dampak dari hubungan pacaran tak sehat yang
dilakukan.
Berdasarkan
sedikit gambaran tentang realita sosial yang sering terjadi di masyarakat
tersebut, penulis berusaha menyampaikan gagasannya dalam kaitannya dengan
pengetahuan sosial yang berkembang, melalui penulisan makalah yang berjudul “Mengindari
Zina dengan Menggapai Cinta Allah melalui Pernikahan yang Islami”. Makalah ini
dimaksudkan agar umat manusia, terutama kaum muda, kembali pada ajaran dan
tuntunan Islam yang baik dan benar dengan memahami arti cinta yang sebenarnya
dan menjauhkan diri dari hal-hal yang menyesatkan yang menuju pada kenistaan
diri. .
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang penulisan makalah tersebut, dapat dibuat beberapa rumusan
masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Apa
hakikat zina menurut hukum Islam?
2. Bagaimana
cara menghindari zina dalam kehidupan modern?
3. Bagaimana
pandangan Islam tentang cinta?
4. Bagaimana
pernikahan Islami yang sesuai dengan syari’at Islam?
5. Apa
yang harus dilakukan untuk menggapai cinta Allah?
6. Mengapa
menghindari perbuatan zina dapat dilakukan dengan menggapai cinta Allah melalui
pernikahan yang Islami?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
Melalui
makalah berikut, penulis hendak menyampaikan beberapa tujuan yang hendak
dicapai melalui penulisan makalah, antara lain:
1. Untuk
mengajak kaum muda menjauhi perbuatan zina dalam kehidupan modern,
2. Menjelaskan
tentang hakekat cinta yang sesungguhnya karena Islam pun juga mengenal cinta,
3. Mengetahui
cara-cara menggapai cinta yang diridhoi oleh Allah,
4. Mengerti
tentang pernikahan yang Islami,
5. Menjelaskan
bahwa menghindari perbuatan zina dapat dilakukan dengan menggapai cinta Allah melalui
pernikahan yang Islami dapat
D.
Manfaat
Penulisan Makalah
Makalah
berikut ditulis agar memiliki nilai kebermanfaatan bagi pembaca, antara lain:
1. Memaksimalkan
dalam beribadah kepada Allah SWT dengan menjauhi zina dan segala sesuatu yang
menjadi larangan-Nya,
2. Menjadikan
diri sebagai pribadi yang taat kepada Allah SWT karena Allah melihat setiap
perbuatan kita,
3. Mampu
memahami arti cinta untuk menggapai ridho dari Allah SWT,
4. Memperbaiki
pola pikir bahwa lebih baik segera menikah dari pada terjerumus dalam hal-hal
yang hina, seperti zina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Zina Menurut Hukum Islam
Zina merupakan suatu perbuatan yang
diharamkan oleh Allah SWT.Zina menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah
persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri. Menurut Kamus Islam zina artinya
hubungan kelamin antara laki- laki dan perempuan di luar perkawinan; tindakan
pelacuran atau melacur. Sedangkan menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, zina
artinya hubungan seksual yang tidak diakui oleh masyarakat.
Menurut Sugeng Prabowo (2010) definisi
zina dalam pandangan Islam adalah memasukkan penis (zakar) ke dalam
vagina (farji) milik wanita yang bukan istrinya dengan sengaja dan tanpa unsur
paksaan.
Ulama Al-Hanafiyah memberikan definisi yang
lebih rinci tentang zina, yaitu hubungan
seksual yang haram yang dilakukan oleh mukallaf pada kemaluan wanita yang hidup
dan musytahah dalam kondisi tanpa paksaan dan dilakukan di wilayah hukum Islam
di luar hubungan kepemilikan atau nikah atau syubhat kepemilikan atau syubhat
nikah
Suatu perbuatan dapat dikatakan zina apabila memenuhi 2 unsur:
a.
Terjadi
persetubuhan antara dua orang yang berbeda jenis kelaminnya,
b.
Adanya unsur kesengajaan dan tanpa unsur paksaan.
Perbuatan yang tidak mengandung dua unsur diatas tidak
dikatakan zina. Misalnya jika ada dua orang yang berbeda kelaminnya bermesraan,
berciuman atau berpelukan, belum dapat dikatakan zina. Sehingga perbuatan
tersebut tidak menjadikan pelakunya dijatuhi hukuman had, berupa dera bagi yang
belum menikah, dan hukuman rajam bagi yang sudah menikah. Tetapi hukuman bagi
orang yang bermesraan tersebut adalah hukuman ta’zir yang bersifat edukatif.
Pada hakikatnya, zina merupakan suatu
hubungan bercampurnya pria dan wanita yang bukan muhrim (bukan suami istri) dan
tidak terikat dalam suatu ikatan pernikahan untuk melakukan hubungan layaknya
suami istri dalam rangka memenuhi kebutuhan biologisnya.
Zina merupakan perbuatan amoral, munkar
dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat, sehingga Allah mengingatkan
agar hambanya terhindar dari perzinaan sesuai dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan
suatu jalan yang buruk.”(QS. Al-Isra’,17:32)
Di dalam Islam, zina
termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dapat dilihat dari urutan
penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq. Allah
berfirman:
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan
tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan
: 68) .
1.
Hukuman
bagi Pelaku Zina
Berdasarkan
hukum Islam, hukuman bagi pelaku zina adalah hukuman had. Namun hukuman ini
dibedakan antara pelaku zina yang belum menikah dan yang sudah menikah.
a.
Pelaku zina yang belum menikah hukumannya adalah
didera/dipukul dengan tongkat, tangan atau benda tumpul lainnya sebanyak 100
kali. Hukuman dera ini tidak boleh berakibat fatal bagi yang didera. Oleh
karena itu disarankan pukulan/dera tidak hanya pada satu bagian saja, melainkan
pada berbagai bagian tubuh, kecuali bagian vital dan rawan.Allah memberikan ancaman yang luar biasa bagi pelaku
zina agar hambanya takut untuk melakukan zina dalam firmannya:
“Perempuan yang
berzina dan laki- laki yangberzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera”. (QS.
An-Nuur, 24:2)
b.
Pelaku zina yang sudah menikah hukumannya adalah
dirajam sampai mati.
Dari Ubadah
Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Ambillah (hukum) dariku.
Ambillah (hukum) dariku. Allah telah membuat jalan untuk mereka (para pezina).
Jejaka berzina dengan gadis hukumannya seratus cambukan dan diasingkan setahun.
Duda berzina dengan janda hukumannya seratus cambukan dan dirajam.” (H.R.
Muslim).
2.
Pacaran
(Khalwat) sebagai Jalan Syetan Menuju Zina
Seburuk-buruk
orang Islam pasti mengetahui haramnya zina. Dalam Al-Qur’an, zina juga
diharamkan dengan bentuk yang cukup jelas. Bahkan, bukan hanya zinanya saja
yang diharamkan, sebab-sebab dan sarana yang menghantarkannya juga dilarang.
Firman Allah Ta’ala:
۳۲وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’, 17: 32).
Di antara jalan zina yang berusaha ditutup oleh Islam adalah Khalwat.
Yaitu menyendirinya seorang laki-laki dengan wanita yang bukan istri dan
mahramnya di tempat sepi yang tidak dilihat orang banyak. Dan pacaran banyak
dijalani anak muda sekarang bisa masuk di dalamnya.
Para ulama telah sepakat akan haramnya khalwat semacam ini, baik disertai
nafsu syahwat ataupun tidak. Mereka mengatakan, bahwa seorang laki-laki tidak
boleh berkhalwat dengan wanita yang bukan mahram dan bukan istrinya, yaitu
wanita ajnabiyab. Karena syetan akan menggoda keduanya ketika
berkhalwat untuk melakukan sesuatu yang haram.
Khalwat adalah jalan syetan untuk menggoda manusia dan menjerumuskannya
ke dalam perzinahan. Syariat Islam telah menutup jalan ini dan menghalanginya
sehingga diharapkan orang Islam aman darinya. Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallambersabda:
لَا
يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
“Janganlah
salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya
syaitan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 430)
3.
Akibat
Buruk dari Zina
Mengingat
perbuatan zina sering terjadi, demikian juga penyebabnya pun sudah tersebar
dimana-mana, maka berikut beberapa dampak negatif dari perbuatan kotor ini,
serta berbagai kemudharatan dan kerusakan yang diakibatkannya:
a.
Dalam perbuatan zina tekumpul semua jenis keburukan,
seperti lemahnya agama, hilangnya ketakwaan, hancurnya kesopanan, lenyapnya
rasa cemburu, dan terkuburnya akhlak terpuji,
b.
Perbuatan zina dapat membunuh rasa malu sehingga
menjadikan seseorang tebal muka atau tidak tahu malu,
c. Perbuatan
zina mempengaruhi keceriaan wajah sehingga menjadikannya kusam, kelam, dan
tampak layu bagaikan orang yang mengalami kesedihan mendalam,
d.
Perbuatan zina mengakibatkan kegelapan dan hilangnya
cahaya hati,
e.
Perbuatan zina menjatuhkan bahkan menghilangkan harga
diri pelakunya, menjatuhkan derajatnya di hadapan sang Pencipta dan seluruh
makhluk-Nya, serta menghilangkan sebutan hamba yang berbakti, ’afif
(pemelihara kehormatan diri), dan orang yang adil,
f. Orang
yang melakukan perbuatan zina berarti telah mengharamkan dirinya untuk
menikmati bidadari Surga di tempat-tempat indah dalam surga ’Adn,
g.
Perbuatan zina menghilangkan kehormatan seorang gadis
dan menyelimutinya dengan kehinaan, yang tidak hanya di tanggung seorang diri,
tapi juga akan mencemari kehormatan keluarganya,
h. Perbuatan
zina memberi dampak negatif terhadap kesehatan jasmani pelaku yang sulit
diobati atau disembuhkan, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup pelakunya.
Perbuatan itu akan memicu munculnya berbagai penyakit, sepertiAIDS, penyakit
Sifilis, penyakit Herpes, penyakit kelamin,dan penyakit kotor lainnya,
i.
Perbuatan zina merupakan penyebab hancurnya suatu umat.
B.
Cara
Menghindari Zina dalam Kehidupan Modern
Islam
adalah agama yang menjunjung tinggi moral. Sejak dini, Islam telah
mengantisipasi segala penyebab timbulnya kehancuran moral. Salah satu penyebab
timbulnya kehancuran moral adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan
perempuan yang mengarah pada zina. Islam tidak melarang pergaulan antara lawan
jenis selama masih berada pada koridor Islam, misalnya untuk diskusi kelompok, berorganisasi,
kegiatan sosial, dan sebagainya.
Oleh
karena itu, untuk mencegah agar terhindar dari zina dalam kehidupan modern ini,
khususnya bagi kalangan siswa dan mahasiswa, maka diperlukan usaha-usaha
maksimal, antara lain:
1. Memperkuat
iman
Memperkuat iman dapat
dilakukan dengan jalan berpuasa, menjaga pandangan, memakai jilbab bagi wanita,
tidak bepergian ke tempat-tempat sepi tanpa disertai muhrimnya, dan lain
sebagainya,
2. Memperkuat
pendidikan agama yang penekanannyadifokuskan pada pendidikan akhlak, baik di
sekolah / perguruan tinggi, keluarga, maupun di masyarakat,
3. Memelihara
lingkungan masyarakat yang kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai moral,
4. Mengembangkan
budaya malu untuk melakukan pelanggaran moral, apalagi untuk berzina,
5. Melakukan
pejaringan terhadap budaya asing dengan
mengambil sisi yang positif dan membuang sisi negatifnya,
6. Dikenakan
sanksi tegas terhadap para pelanggar norma-norma moral dan norma-norma agama.
C.
Pandangan
Islam tentang Cinta
1.
Definisi
Cinta
Dalam
kehidupan sehari-hari, sering didengar kata tentang cinta. Bahkan, dikalangan
kaum muda pun kata tersebut sering di ucapkan. Cinta merupakan fitroh yang
diberikan oleh Allah SWT pada setiap umat manusia. Namun, banyak manusia yang
kurang paham akan arti cinta yang sesungguhnya. Sehingga, banyak terjadi
penyimpangan dari nilai-nilai cinta yang hanya tertuju pada nafsu saja.
Kata
al-hubb atau al-hibb menurut istilah bahasa,
berarti cinta dan kasih sayang. Dikatakan tahabbaba
ilaihi yang artinya dia mencintainya. Sedangkan habiib (kecintaan) adakalanya bermakna yang dicintai. Dari
hal tersebut, cinta dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dan ketertarikan
hati yang terjadi diantara kedua belah pihak, yaitu pihak yang dicintai dan
pihak yang mencintai.
Ibnu
Hazm mendefinisikan cinta sebagai hubungan ruhani yang terjalin di antara
komponen-komponen yang beragam di kalangan makhluk ini sesuai dengan unsur
kejadian semulanya di alam (ruhani) nan tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut,
Allah SWT berfirman:
“Dialah
yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya,
agar dia merasa senang kepadanya.”(QS. Al-A’raaf, 7:189)
Selain
itu, terdapat pula cinta kepada pasangan, yakni naluri cinta yang alami yang
diciptakan oleh Allah dalam diri manusia berikut dengan segala unsur dan
ciri-ciri khasnya, baik yang bersifat ruhani maupun yang bersifat materi. Cinta
antar pasangan yang paling baik dan dihalalkan adalah kecintaan suami terhadap
istri-istrinya dan kecintaan istri terhadap suaminya.
Pada
dasarnya, cinta menurut pandangan Islam adalah sebuah amalan hati yang akan
terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang
diridhai Allah, maka cinta tersebut akan menjadi ibadah dan sebaliknya, apabila
tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti
telah jelas bahwa cinta yang sesungguhnya adalah mencintai karena mengharap
cinta Allah.
2.
Cinta
yang Suci Tidak Dapat Dicemari oleh Hal-hal yang Kotor
Cinta
yang sejati ialah cinta yang membuat manusia dapat merasakan kebahagiaan. Cinta
yang sejati ialah cinta yang halal, yang selainnya bukan cinta, melainkan hawa
nafsu.Mengenai hal ini, Ar-Rafi’i berkata: “Jika
rasa cinta tidak dicemari oleh perbuatan keji dan kotor, berarti dapat membuktikan kesejatiannya, dan peran
kemuliaan diri yang bersangkutan merupakan rahasia kekuatan dan unsur
kelestarian yang ada dibaliknya.”
Ruh
tidak akan bertemu, jiwa dan anggota tubuh tidak akan merasa tenteram kecuali
jika cinta pasangan yang bersangkutan terjalin berdasarkan ikatan pernikahan
yang disyari’atkan. Karena pernikahan merupakan terminal akhir yang dinantikan
oleh setiap pria dan wanita agar keduanya dapat saling merasakan kenikmatan (ketenteraman).
Sungguh mereka menginginkan dan merindukan untuk bertemu, menyatu, saling
melengkapi, untuk menciptakan dan membangun kehidupan rumah tangga yang terindah.
3.
Jenjang
dan Aspek-aspek Cinta
Cinta
itu dimulai dari kecil, kemudian tumbuh membesar. Pada setiap
jenjangnyamempunyai parameter sendiriyang dapat menjelaskan dan menggambarkan
kondisinya. Oleh karenanya, cinta memiliki empat jenjang tingkatan, antara
lain:
a. Terpikat,
yaitu ketika seseorang melihat orang lain, dengan melalui pandangan mata, maka
mulai timbullah rasa cinta.
b. Kagum,
yaitu keinginan orang yang memandang untuk dekat dengan orang yang dipandangnya
karena merasa terhibur dengan keberadaannya.
c. Kangen,
yaitu rasa kesepian karena berada jauh dari sang kekasih (antara suami istri) sehingga
menimbulkan perasaan ingin berjumpa.
d. Rindu,
yaitu sibuknya perasaan hati karena memikirkan orang yang dicintai.
Apa pun tingkatan cinta itu,
masing-masing memiliki aspek yang menjadi pijakannya. Masing-masing aspek ini
menunjukkan sejauh mana hubungan manusia dengan Allah. Cinta sendiri terdiri
dari tiga aspek, diantaranya:
a. Cinta
yang tertinggi; cinta yang menduduki peringkat paling tinggi adalah cinta
kepadaAllah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya.
b. Cinta
yang pertengahan; cinta yang mulia, bersumberkan dari perasaan yang luhur, penuh
dengan kesetiaan dan ketulusan. Sebagai contoh yaitu cinta kepada orang tua,
anak-anak, saudara, kerabat, dan cinta pasangan suami istri.
c. Cinta
yang rendah; lebih memprioritaskan kecintaan kepada keluarga, kerabat, harta,
dan rumah dari pada kecintaan kepada Allah, Rasul, dan berjihad di jalan Allah.
4.
Hikmah
Cinta dan Keutamaannya
Cinta
dalam pandangan Islam, memiliki beberapa hikmah dan keutamaan, diantaranya
sebagai berikut:
a. Cinta
adalah batu ujian yang keras lagi pahit untuk menguji sepak terjang manusia.
Ujian tersebut dibeikan pada orang yang sedang di mabuk asmara dalam hidupnya. Apakah
yang bersangkutan akan menempuh jalan yang mulia lagi tinggi atau jalan yang
hina lagi rendah, apakah dia berlebihan dalam cintanya ataukah seimbang, apakah
dia bersikap disiplin dalam kecenderungan pada kekasihnya ataukah tidak
terkendali,
b. Jika
tidak ada cinta, tentu tidak akan ada gerakan, kreativitas, pembangunan, maupun
peradaban di alam semesta ini,
c. Cinta
merupakan faktor penentu bagi kelangsungan hidup eksistensi manusia, wacana
untuk saling mengenal dengan sesama, dan sarana untuk saling mengisi guna membangun
kebudayaan umat manusia,
d. Jika
cinta disalurkan dan diarahkan dengan baik, maka akan menjadi ikatan paling
kuat bagi kekokohan bangunan sebuah keluarga, kesatuan masyarakat, dan
kerukunan penuh cinta di berbagai penjuru dunia,
e. Sesungguhnya
kecintaan yang bersumberkan dari keimanan apabila keceriaannya telah meresap ke
dalam qalbu manusia, maka yang bersangkutan akan dapat menciptakan berbagai macam
keajaiban yang menakjubkan.
5.
Macam-macam
Cinta
Di
antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada pula yang
membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin’Abdulwahhab Al-Yamani dalam
kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid menyatakan bahwa cinta ada empat
macam, yaitu:
a. Cinta
Ibadah
Cinta
ibadah yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintainya.
Sebagaimana di
firmankan oleh Allah SWT:
“Tetapi
Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam
hatimu.”(QS. Al-Hujurat, 49:7)
“Dan
orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.”(QS.
Al-Baqarah, 2:165)
“Maka
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun
mencintai-Nya.”(QS. Al-Maidah, 5:54)
Dari Anas bin Malik,
Rasulullah SAW bersabda:
.........Hendaklah
Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada selain keduanya, dan hendaklah
dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena
Allah....(HR. Al-Bukhari no. 16 Muslim no.43)
b. Cinta
Syirik
Cinta
syirik yaitu mencintai Allah dan juga selainnya dan secara jelas hukumnya haram.
Berkaitan dengan cinta
syirik, Allah berfirman:
“Dan
di antara manusia ada yang menjadikan selain Allahsebagai tandingan-tandingan
(bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta
mereka kepada Allah.”(QS. Al-Baqarah,2:165)
c. Cinta
Maksiat
Cinta
maksiat yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang
diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Allah berfirman:
“Dan
kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.”(QS.
Al-Fajr, 89:20)
d. Cinta
Tabiat
Cinta
tabiat yaitu cinta sebatas kecintaan pada anak, keluarga, diri, harta dan
perkara lain yang diperbolehkan. Hukum dari cinta ini boleh, tetapi tidak boleh
melalaikan Allah.
Allah berfirman:
“Ketika
mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih
dicintai oleh bapak kita dari pada kita.”(QS. Yuusuf,
12:8)
D.
Pernikahan
dalam Islam
Proses
mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana
sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba
dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana
jamaknya pacaran muda-mudi di masa sekarang.
Islam sebagai
agama yang mencakup seluruh sisi kehidupan telah memberikan konsep yang jelas
tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan Islami yang berlandaskan
Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.
Sebelum
pembahasan mengenai pernikahan Islami yang sesuai dengan syari’at Islam, ada
baiknya apabila kita mengetahui terlebih dahulu tentang definisi pernikahan; dasar
dilakukannya pernikahan; tujuan pernikahan; hukum-hukum pernikahan; serta
rukun, syarat, dan larangan dalam pernikahan. Juga tidak tertinggal pula agar
umat Islam mengerti akan hikmah dari sebuah pernikahan.
1. Definisi Pernikahan
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan, kata dasar pernikahan adalah
nikah. Menurut Bahasa Indonesia kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Dalam istilah syariat, “nikah adalah akad
atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan
persetujuan bersama dari terwujudnya
kekeluargaan yang diridhoi Allah.”(Tim MGMP PAI SMA Kabupaten Karanganyar,
2010:43)
Dalam Wikipedia, Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan
menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul
(akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang
diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.
Kata zawaj digunakan dalam al-Quran
artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat
diartikan sebagai pernikahan. Allah
SWT menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan
mengharamkan zina.
Sedangkan menurut BP. 4 Provinsi Jawa Tengah (1985:4)
dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1971 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa
“Pernikahan disebut juga Perkawinan yang artinya ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pernikahan atau
nikah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang diridhoi Allah melalui Ijab
Qobul serta
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan
persetujuan bersama.
2. Dasar Penikahan
Dalam
pandangan Islam, dasar pernikahan atau perkawinan ada duabyaitu:
a.
Pertama, melaksanakan sunatullah. Sebagaimana tersebut
dalam Al-Qur’an:
“Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan mereka yang berpekerti
baik, termasuk hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan ......”(QS. An-Nuur, 24:32)
b.
Kedua, melaksanakan sunnah Rasul. Sebagaimana tersebut
dalam Hadits Nabi:
“Perkawinan
adalah peraturanku, barang siapa benci pada peraturanku, bukanlah ia termasuk
umatku”(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tujuan Pernikahan
Tujuan pokok perkawinan dalam Islam adalah sebagaimana difirmankan dalam
Alqur’an:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang mau berfikir.”(QS. Ar-Rum, 30:21)
Berdasarkan BP. 4 Provinsi Jawa Tengah (1985:5-6) menyimpulkan bahwa:
a.
Tujuan perkawinan dalam Islam ialah untuk mencapai
ketenangan hidup yang diliputi kasih sayang lahir batin dari suami istri,
b.
Untuk memperoleh keturunan yang syah, keturunan yang
mengenal kedua orang tuanya, dan orang tua yang bertanggung jawab kepada
keturunannya,
c.
Untuk menjaga diri seseorang agar tidak mudah jatuh ke
lembah kemaksiatan terutama perzinaan, karena orang yang telah menikah akan
merasa bahwa segala tindakannya senantiasa mendapat pengawasan langsung dari
suami atau istri,
d.
Untuk mewujudkan keluarga muslim yang sejahtera
bahagia, tenteram, dan damai serta menciptakan pendidikan menurut ajaran Islam,
sehingga mencerminkan keluarga yang taat menjalankan ibadah.
e.
Untuk memelihara keluarga dari siksa neraka.
Tim MGMP PAI
SMA Kabupaten Karanganyar (2010:44) menyebutkan bahwa tujuan dari suatu
pernikahan adalah:
a.
Memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman hidup,
b.
Memperoleh keturunan yang syah,
c.
Melaksanakan sunnah Rasul,
d.
Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan
diridhoi Allah,
e.
Untuk mendapat rizki dan barokah,
f.
Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat.
4. Hukum-hukum Pernikahan
Hukum nikah menurut Islam sebenarnya adalah wajib. Dikatakan demikian,
karena Allah SWT telah menciptakan manusia di muka bumi secara berpasang-pasangan.
Namun, menurut sebagian ulama, hukum nikah pada dasrnya adalah mubah. Artinya,
boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala
dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari kondisi
orang yang akan melakukan, hukum nikah ada5, yaitu:
a.
Jaiz / mubah, artinya setiap orang yang memenuhi
syarat nikah, halal untuk menikah.
b.
Sunah, yaitu apabila mereka yang melakukan nikah
mempunyai kemampuan untuk menafkahi keluarga dan mengurusi rumah tangga.
c.
Wajib, yaitu bagi mereka yang berkeinginan untuk
menikah dan mempunyai kemampuan berumah tangga dan apabila tidak segera menikah
dikhawatirkan terlibat zina.
d.
Haram, yaitu bagi orang yang bermaksud jelek dalam
pernikahan, misalnya: ingin balas dendam atau menyakiti pasangannya.
e.
Makruh, yaitu bagi orang yang ingn menikah tetapi
belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan keluargaya.
5. Rukun, Syarat, dan Haramnya Suatu Pernikahan
Dalam menikah tentunya terdapat rukun-rukun nikah yang harus dipenuhi, agar
sebuah pernikahan dapat dikatakan syah. Rukun nikah tersebut antara lain:
a.
Adanya calon suami, syaratnya: Islam, laki-laki, tidak
dipaksa, bukan muhrim, cakap bertindak hukum untuk hidup berumah tangga, tidak
terdapat halangan perkawinan.
b.
Adanya calon istri, syaratnya: Islam, bukan muhrim,
tidak sedang ihrom, tidak bersuami, tidak dalam masa iddah,dapat dimintai
persetujuannya, tidak terdapat halangan perkawinan.
c.
Adanya wali, syaratnya: Islam, baligh, berakal sehat,
laki-laki, merdeka, tidak sedang ihrom.
Wali dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Wali Nasab : wali yang mempunyai pertalian darah dengan
mempelai wanita.
2)
Wali hakim :
kepala negara yang beragama Islam, yang kemudian melalui menteri agama menunjuk
KUA kecamatan bertindak sebagai wali
hakim.
d.
Adanya dua orang saksi, syaratnya:Islam, baligh,
berakal, laki-laki, merdeka, tidak sedang ihrom.
e.
Sighot / Ijab dan Qobul
-
Ijab adalah ucapan dari wali / dari pihak mempelai
wanita sebagai penyeraha kepada mempelai laki-laki.
-
Qobul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai
penerimaan.
Selain terdapat rukun dan syarat nikah, dalam
pernikahan juga terdapat hal-hal yang berupa larangan yang apabila tetap
menikah, maka pernikahan itu dianggap haram hukumnya, diantaranya adalah
seseorang yang merupakan muhrimnya.
Adapun sebab-sebab seseorang haram dinikahi ada empat,
antara lain:
a.
Sebab keturunan yaitu ibu kandung dan seterusnya.
1)
Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu
seterusnya),
2)
Saudara perempuan / sekandung, sebapak / seibu,
3)
Saudara perempuan dari bapak,
4)
Anak perempuan dari saudara laki-laki / saudara
perempua.
b.
Sebab sepersusuan, seseorang yang sama menyusu kepada
ibu yang sama/ ibu yang menyusui / saudara sepersusuan.
c.
Sebab pernikahan
1)
Ibu dari istri / mertua
2)
Anak tiri / apabila dinikahi
d.
Mempunyai pertalian muhrim dengan istri, seperti haram
berpologami terhadap dua bersaudara, dengan bibinya, atau keponakannya.
6. Hikmah Pernikahan
Adapun dalam suatu pernikahan dilakukan dengan tujuan yang baik dan mulia,
maka akan mendatangkan hikmah bagi orang yang melakukan pernikahan tersebut.
Hikmah pernikahan tersebut diantaranya:
a.
Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui
ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang amat
merugikan.
b.
Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan
ketenteraman
c.
Memelihara kesucian diri
d.
Melaksanakan tuntutan syariat
e.
Membuat keturunan
f.
Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam
menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang
dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus
dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang
direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai
petunjuk dan pedoman pada anak-anak
g.
Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
h.
Dapat mengeratkan silaturahim
7. Pernikahan Islami yang Sesuai dengan Syari’at Islam
Pernikahan Islami yang sesuai menurut Islam, dapat
dilihat dari mengenal calon sampai
proses akad nikah. Pernikahan yang Islami adalah pernikahan yang berlandaskan
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta cara-cara pernikahan yang dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Berikut penjelasan tentang penikahan yang Islami tersebut.
a.
Mengenal calon pasangan
hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya
ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu
pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui
siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan
informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari
informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun
dari orang lain yang mengenali si lelaki / si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan
kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti
bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan
ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru
ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.
Allah SWT
berfirman:
فَلاَ
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً
مَعْرُوفًا
Artinya: “Maka janganlah kalian
tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah
orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.”
(Al-Ahzab: 32)
Ada beberapa
hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikan wanita, diantaranya yaitu:
1)
Wanita itu shalihah, karena Rasulullah SAW bersabda:
تُنْكَحُ
النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا،
فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: “Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada,
pent.) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu
wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no.
5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
2)
Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui
dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
Rasulullah SAW
pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا
الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
Artinya: “Nikahilah
oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di
hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR.
An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
3)
Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan
dicapai kedekatan yang sempurna.
Dalam sebuah
hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ
أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
Artinya: “Hendaklah
kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih
banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no.
1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)
b.
Nazhar (Melihat calon
pasangan hidup)
Seorang
wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:
ياَ رَسُوْلَ
اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله
عليه وسلم فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم رًأْسَهُ
Artinya: “Wahai Rasulullah! Aku
datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan
pandangannya kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR.
Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini
menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan
baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya.
(Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Bila nazhar
dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa
si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata
tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita
kecewa dan sakit hati.
Sahabat
Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang
wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di
sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau
melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا
أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ
إِلَيْهَا
Artinya: “Apabila Allah
melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka
tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864,
dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan
Ash-Shahihah no. 98)
Sebagai
catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki
tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si
wanita.
Ketika
nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan
mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di
rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua
telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ،
فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَي مَا يَدْعُوهُ إِلىَ نِكَاحِهَا
فَلْيَفْعَلْ
“Bila
seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si
wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.”
(HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 99)
c.
Khithbah (peminangan)
Seorang
lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya
meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila
seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu
dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya
meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ
الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
“Tidak
boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga
saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan
pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Setelah
pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan
dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas
berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya
tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini.
Jangankan duduk, bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih
dapat mendatangkan fitnah.
Yang perlu diperhatikan oleh wali ketika wali si wanita didatangi
oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita
yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
1)
Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang
datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya
juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya.
2)
Meminta ppat utrinya/wanita yang di bawah perwaliannya
dan tidak boleh memaksanya.
d.
Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan
ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu
dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya
terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah
yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah.
e.
Walimatul ‘urs
Melangsungkan
walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi
pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf
radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah
menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Artinya: “Selenggarakanlah
walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari
no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah
dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin
baru.
Hendaklah
yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa
memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan
hanya orang kaya
sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut
teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى
إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
Artinya: “Sejelek-jelek makanan
adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya
orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR.
Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Pada hari
pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping
logam di sekelilingnya yang menimbulkan suara gemerincing) dalam rangka
mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Dalam acara
pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat
musik, karena semua itu hukumnya haram.
E.
Berdua
Menggapai Cinta Allah
Setelah
dua orang insan menikah, tentu akan dihadapkan pada pembentukan keluarga baru
yang di dalamnya terdapat berbagai macam sifat dan karakter yang tumbuh. Segala
yang dilakukan dalam keluarga, tentunya untuk mengharap ridho dari Allah SWT.
Untuk itu, dalam berumah tangga juga diperlukan cinta.
Cinta
dalam kehidupan rumah tangga adalah salah satu tiang terpenting untuk
mewujudkan ketenteraman dan ketenangan. Sebab, rasa cinta seseorang kepada
pasangannya akan mendorong dia memenuhi hak-hak yang wajib ditunaikannya.
Sedangkan pemenuhan hak antar pasangan ini adalah faktor terpenting dalam
menjaga keutuhan bangunan rumah tangga.
Manusia
dalam mencintai pasangannya, memiliki perbedaan satu sama lain dalam landasan
yang mendasari rasa cinta tersebut. Akan tetapi bagi seorang mukmin, ada satu
landasan yang harus selalu mendasari kecintaannya kepada segala sesuatu, yaitu kecintaan
kepada Allah.
Oleh
karena itu, apabila seorang mukmin mencintai pasangan hidupnya, hendaknya dia
tidak mencintainya melainkan hanya karena Allah. Yakni, dia mencintai
pasangannya karena keshalihan dan ketaatannya kepada Allah, dan dia membenci pasangannya
karena kemaksiatan dan kedurhakaannya kepada Allah. Maka, hendaknya pasangan
suami istri yang beriman memperhatikan kecintaan mereka kepada Allah dan
berusaha untuk menggapai kecintaan Allah kepada mereka.
Secara
umum, usaha untuk menggapai kecintaan Allah adalah dengan melakukan berbagai
ibadah yang di syari’atkan. Karena ibadah itu pada hahikatnya adalah segala
sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan maupun perbuatan lahir
dan batin. Maka setiap orang yang melakukan salah satu bentuk ibadah, baik
berupa ibadah hati, lisan, maupun anggota badan lahiriah, berarti dia sedang
berusaha untuk mencintai Allah dan berusaha menggapai cinta-Nya.
Selain
itu, penting bagi seorang mukmin dalam melaksanakan ibadah tersebut hendaknya
sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. Tidak
melakukannya denga tata cara yang dibuat-buat yang tidak ada tuntunannya dari
beliau.
Allah berfirman:
“Katakanlah:
Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya
Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. Ali ‘Imran, 3: 31)
Secara
terperinci, Ibnu Qayyim telah Rahimahullahu telah menyebutkan sepuluh sebab
yang bisa mendatangkan kecintaan Allah SWT:
1. Membaca
Al-Qur’an dengan tadabbur dan berusaha memahami makna-makna yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan yang Allah kehendaki.
2. Mendekatkan
diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunah setelah melakukan amalan-amalan
yang wajib.
3. Senantiasa
berdzikir kepada Allah dalam segala keadaan baik dengan hati, lisan, perbuatan,
maupun dengan keadaannya. Maka bagian yang dia peroleh dalam kecintaan sesuai
dengan kadar dzikir yang dia lakukan.
4. Mendahulukan
apa yang Allah cintai atas apa yang dicintai oleh dirinya ketika hawa nafsu
menguasai.
5. Pengetahuan
dan persaksiannya terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT. Sebab,
barangsiapa yang mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat, dan
perbuatan-Nya, pasti dia akan mencintai Allah.
6. Mempersaksikan
kebaikan, karunia dan nikmat-Nya yag sangat banyak baik lahir maupun batin,
maka akan mendorong untuk mencintai-Nya.
7. Ketundukan
dan kerendahan hati secara utuh di hadapan Allah.
8. Berkhalwat
(menyendiri) bersama Allah di waktu turun-Nya ke langit dunia pada sepertiga
malam terakhir, untuk bermunajat
kepada-Nya, membaca firman-Nya, mengkonsentrasikan hati, dan beradab
dengan adab-adab penghambaan di hadapan-Nya, kemudian mengakhirinya dengan
istighfar dan taubat.
9. Duduk
bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah dan jujur dalam kecintaannya,
serta memetik buah perkataan mereka yang baik dan tidak berbicara ditengah
mereka kecuali ada manfaatnya bagi dia dan orang lain.
10. Menjauhi
segala hal yang bisa menjadi penghalang antara hati dengan Allah.
Orang
yang benar dan jujur dalam kecintaannya
kepada Allah, maka ia akan mendapatkan kecintaan Allah kepadanya dan Allah akan
mengampuninya. Jika seseorang telah dicintai oleh Allah, maka dia akan
mendapatkan taufik dari Allah SWT dalam segala tindak-tanduknya. Jika dia
meminta sesuatu kepada-Nya, maka Dia pasti memberinya dan jika dia berlindung
kepada-Nya, maka Dia pasti melindunginya.
Maka,
seandainya sepasang suami istri telah menggapai kecintaan Allah, tidaklah
mustahil jika Allah akan memberikan kemudahan kepada mereka dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang ada dalam keluarga. Selain itu, pasangan suami istri
ini akan mendapatkan kecintaan dari pasangannya. Karena ketika mereka
bersungguh-sungguh dalam mencintai Allah, maka Allah akan menumbuhkan kecintaan
diantara mereka.
F.
Menghindari
Zina dengan Menggapai Cinta Allah Melalui Pernikahan yang Islami
“Rosulullah
pernah berkata kepada Ali ra: Hai Ali, ada 3 perkara yang jangan kamu
tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu:
1.
Shalat apabila tiba waktunya,
2.
Jenazah apabila sudah siap penguburannya, dan
3.
Wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya.” (HR. Ahmad)
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa apabila
seorang wanita telah menemukan pria sepadan yang meminangnya, maka bukan lagi waktu
untuk memunda pelaksanaannya. Dalam hal ini adalah sebuah pernikahan. Namun,
beberapa kaum muda saat ini kebanyakan
tidak ingin cepat-cepat menikah. Beberapa diantaranya tidak ingin menikah
terlalu cepat karena masih kuliah / menuntut ilmu, takut tak
bebas, belum siap dalam hal materi / rezeki , tak ada / belum ada jodoh, dan
lain sebagainya. Namun dengan berbagai alasan tersebut justru membuat mereka
jatuh dalam suatu jebakan syetan yang berupa cinta maksiat yang lebih banyak
mengarah pada hal-hal yang berbau zina. Perlu diketahui bahwa sebenarnya untuk
menghindari hal-hal yang berbau zina dan apabila kita takut dengan kemungkinan
adanya zina, dapat dilakukan dengan cara menikah.
Menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan
biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT
sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral
dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang
berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam
kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak
menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan
Al-Baihaqi).
Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya
seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan
mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada
mereka yang mengambil langkah ini.
“ Tiga golongan
yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah
karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)
Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim
(syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga
sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah
islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh
anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat
sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan
dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.
Untuk kaum muda, sebenarnya tidak dipermasalahkan
apabila ada seseorang yang ingin menikah di usia muda, karena takut bila
terjebak zina. Karena, menikah pada usia muda memiliki banyak manfaat,
diantaranya:
1.Menjaga
kesucian fajr (kemaluan) dari perzinaan serta menjaga pandangan mata. (QS
24:30-31)
2.Dapat
melahirkan perasaan tentram (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang
(rahmah) dalam hati. (QS 0:21)
3.Segera
mendapatkan keturunan, dimana anak akan menjadi Qurrata a'yunin (penyejuk mata,
penyenang hati) (QS 25:74) Karena usia yang baik untuk melahirkan bagi wanita
antara 20-30 tahun; diatas umur tsb akan beresiko baik bagi ibu maupun sang
bayi.
4.Memperbanyak
ummat Islam, seperti yang dipesankan Rosul beliau akan membanggakan jumlah
ummatnya yang banyak nanti di akhirat.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa menghindari zina dapat
dilakukan dengan cara menikah. Menikah yang dalam artiannya tentu pernikahan
yang dilaksanakan sesuai syari’at Islam. Karena dengan adanya jalinan cinta
yang suci berdasarkan syari’at dalam suatu pernikahan dapat mengendalikan diri
kita dari berbagai maksiat (termasuk di dalamnya zina) dan dapat menanamkan
nilai-nilai akhlak baru menuju rahmat Ilahi. Apabila seseorang ingin menunda
pernikahan hanya untuk mencari kebebasan yang justru menyesatkannya pada keburukan,
maka tidak dibenarkan. Karena Allah akan memudahkan jalan untuk orang-orang
yang beribadah dan menjaga dirinya serta berkumpul dengan
cara-cara yang halal melalui sebuah ikatan pernikahan. Dengan begitu, Allah akan
menenteramkan hati dan jiwa setiap insan yang ingin menjaga kesuciannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada masa modern seperti sekarang, banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam hal moral. Berbagai penyimpangan moral tersebut mengarah pada suatu perbuatan
yang tidak diridhoi Allah yaitu zina. Pada hakikatnya, zina merupakan suatu
hubungan bercampurnya pria dan wanita yang bukan muhrim (bukan suami istri) dan
tidak terikat dalam suatu ikatan pernikahan untuk melakukan hubungan layaknya suami
istri dalam rangka memenuhi kebutuhan biologisnya. Hukuman bagi orang yang
melakukan zina adalah dideara sebanyak 100 kali bagi orang yang belum menikah
dan hukuman rajam bagi orang yang sudah menikah.
Banyak di kalangan manusia yang pada zaman modern
lebih mengedepankan berkhalwat dengan
lawan jenisnya tanpa ditemani muhrimnya. Hal tersebut juga diharamkan karena
hal tersebut sebenarnya adalah sarana menuju zina.
Oleh karenanya, hindarilah zina dan sarana yang menghantarkan pada zina
tersebut. Menghindari terjadinya zina karena takut pada Allah dapat dilakukan
dengan cara menikah bagi yang ingin menjaga iman dan kesuciannya. Menikah yang
dalam artiannya yaitu pernikahan yang dilaksanakan sesuai syari’at Islam yang
diawali dengan mengenal calon pasangan hidup, nazhar, khithbah (meminang),
melaksanakan akad nikah, dan pengadaan walimah yang sesuai dengan tata cara
Islam. Karena dengan adanya jalinan cinta yang suci berdasarkan syari’at dalam
suatu pernikahan dapat mengendalikan diri kita dari berbagai maksiat (termasuk
di dalamnya zina) dan dapat menanamkan nilai-nilai akhlak baru menuju rahmat
Ilahi. Apabila seseorang ingin menunda pernikahan hanya untuk mencari kebebasan
yang justru menyesatkannya pada keburukan, maka tidak dibenarkan. Karena Allah
akan memudahkan jalan untuk orang-orang yang beribadah dan menjaga dirinya
serta berkumpul dengan cara-cara yang halal melalui sebuah ikatan pernikahan.
Dengan begitu, Allah akan menenteramkan hati dan jiwa setiap insan yang ingin
menjaga kesuciannya.
B.
Saran-saran
Dari
makalah “Mengindari Zina dengan Menggapai Cinta Allah melalui Pernikahan yang
Islami” tersebut, penulis memberikan saran agar beberapa hal diambil hikmah dan
diterapkan dalam kehidupan, diantaranya:
1. Hindarilah
berkhalwat dengan lawan jenis agar tidak terjerumus pada zina,
2. Selalu
meningkatkan taqwa dengan terus menjalankan ibadah dan mengingat Allah SWT,
3. Mintalah
ampunan kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun,
4. Menghindari
zina dengan menikah apabila seseorang ingin menjaga kesuciannya karena takut
kepada Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Ath-Thahir, Fat-hi Muhammad. 2006. Beginilah Seharusnya Suami Istri Saling
Mencintai. Bandung: Irsyad aitus Salam.
Akbar, Agustiar Nur. 2011. Hakikat Cinta dan Pernikahan dalam Islam,
(Online), (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/05/27/lluu6v-hakikat-cinta-dan-pernikahan-dalam-islam,
diakses pada 22 Juni 2012)
Alabik. 2011. Hukum
Nikah Kawin dalam Islam (Online), (http://alabik.com/hukum-nikah-kawin-dalam-islam.html, diakses pada 22 Juni 2012)
Badan Perkawinan, Perselisihan, dan
Perceraian (BP. 4). 1985. Buku Pinter
Keluarga Muslim. Semarang: BP. 4.
Bisa Karena Terbiasa. 2011. Akibat Buruk Zina dan Bagaimana Cara
Taubatnya?,(Online),(http://aslibumiayu.wordpress.com/2011/02/19/akibat-buruk-zina-dan-bagaimana-cara-taubatnya/,
diakses pada 27 Juni 2012)
Hamba Allah. 2012. Pacaran (Khalwat) Jalan Syetan Menuju Zina, (Online), (http://hamba4wl.wordpress.com/2012/06/10/pacaran-khalwat-jalan-syetan-menuju-zina/,
diakses pada 27 Juni 2012)
Majalah Nikah Sakinah. 15 Februari 2010.
Berdua Menggapai Cinta-Nya, Vol. 8,
No. 10, hlm. 8-9. Sukoharjo.
Mafrukhi, Hanif Nurcholis, Nasikhin.
2005. Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP
Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Prabowo, Sugeng. 2010. Zina dalam Pandangan Islam,
(Online), (http://www.sugengprabowo.com/zina-dalam-pandangan-islam,
diakses pada 27 Juni 2012)
Qur’an dan Sunnah - Agama itu Nasehat.
2009. Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal
Calon sampai Proses Akad Nikah, (Online), (https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/05/29/pernikahan-menurut-islam-dari-mengenal-calon-sampai-proses-akad-nikah/,
diakses pada 22 Juni 2012)
Rahmat. 2012. Batas Zina yang Mewajibkan Rajam/Cambuk, (Online), (http://blog.re.or.id/batas-zina-yang-mewajibkan-rajamcambuk.htm,
diakses pada 27 Juni 2012)
Rochim, Goes. 2012. Zina Menurut Hukum Islam, (Online), (http://gusrochim.blogspot.com/2012/01/zina-menurut-hukum-islam.html,
diakses pada 27 Juni 2012)
Sayyidus.
2011. Membentuk Keluarga Sakinah Mawadah Warokhmah, (Online),
(http://fuadilfahmi.blogspot.com/2011/07/membentuk-keluarga-sakinah-mawadah.html,
diakses pada 27 Juni 2012)
Tim MGMP PAI SMA Kabupaten Karanganyar. 2010.
Global-Modul Pendidikan Agama Islam SMA
Kelas XII. Solo: CV. Bakti Ilmu.
Majalah As-Safir. 2010. Cinta, Vol. 7, hlm. 2-4. Karanganyar:
Rohis SMA N 1 Karanganyar.
Wikipedida. 2012. Pernikahan dalam Islam, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam,
diakses pada 22 Juni 2012)
LAMPIRAN
Lampiran:
Foto Buku Sumber Kepustakaan Makalah
Beginilah
Seharusnya Suami Istri Saling Mencintai
|
Global-Modul
Pendidikan Agama Islam SMA Kelas XII
|
Buku
Pinter Keluarga Muslim
|
|||
As-Safir
Cinta
|
Nikah
Sakinah
Berdua
Menggapai Cinta-Nya
|
Ayo
Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas VIII
|