Indah Riawaningsih

Foto saya
Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia
Seseorang itu akan dihargai apabila ia juga menghargai orang lain.

Selasa, 28 Mei 2013

Mengindari Zina dengan Menggapai Cinta Allah melalui Pernikahan yang Islami


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologiyang semakin modern dan semakin kompleks, pemikiran manusia pun berkembang mengikuti arus perkembangan global dunia. Dalam kehidupan modern yang sedang berlangsung, terkadang umat manusia sering mengabaikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Manusia modern sering menganggap kecil dan menganggap remeh hal-hal yang seharusnya benar-benar penting dan harus mereka perhatikan. Apalagi bila menyangkut masalah agama, aqidah, syari’at, maupun adab dalam kehidupan.
Demikian pula dikalangan pula di kalangan para remaja dan sebagian besar orang dewasa yang mempelajari ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu akhirat, secara sekuler. Banyak di antara merekayang memisahkan agama dengan kehidupan. Maka, apabila diamati secara seksama, tak jarang banyak muda-mudi yang telah mengetahui bahwa ‘pacaran’ tidak memiliki tuntunan dalam syari’at Islam. Namun karena zaman dan nilai-nilai peradaban yang telah bergeser, seolah fenomena sosial tersebut menjadi suatu hal yang wajar dan biasa di kalangan masyarakat.
Namun demikian, fenomena pacaran tersebut bukanlah menjadi suatu hal yang baik menurut hukum dan aturan agama Islam. Bahkan pada kenyataannya, pacaran lebih banyak menimbulkan maksiat dan mengarah pada perbuatan zina yang dilarang oleh agama.          
Kebanyakan orang pacaran mengatasnamakan ‘cinta’. Memang benar, cinta adalah fitroh dari Allah SWT yang diberikan pada setiap umatnya. Tetapi, apa sebenarnya arti cinta itu sendiri juga banyak yang belum paham. Bahkan dari mereka yang berkata bahwa itu cinta, justru mengarah pada nafsumaupun syahwat. Karena, baik sayang, cinta, maupun nafsu hanya memiliki pembatas yang sangat tipis dan terkadang seolah kabur.
Dari kenyataan yang ada di Indonesia sendiri, banyak dari kalangan siswa-siswi maupun kalangan mahasiswa-mahasiswi yang menjalani pacaran dan sudah pernah melakukan hubungan layaknya suami-istri. Bahkan, tidak sedikit pula di antara mereka yang melakukan aborsi akibat dampak dari hubungan pacaran tak sehat yang dilakukan.
Berdasarkan sedikit gambaran tentang realita sosial yang sering terjadi di masyarakat tersebut, penulis berusaha menyampaikan gagasannya dalam kaitannya dengan pengetahuan sosial yang berkembang, melalui penulisan makalah yang berjudul “Mengindari Zina dengan Menggapai Cinta Allah melalui Pernikahan yang Islami”. Makalah ini dimaksudkan agar umat manusia, terutama kaum muda, kembali pada ajaran dan tuntunan Islam yang baik dan benar dengan memahami arti cinta yang sebenarnya dan menjauhkan diri dari hal-hal yang menyesatkan yang menuju pada kenistaan diri. .


B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan makalah tersebut, dapat dibuat beberapa rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut:
1.     Apa hakikat zina menurut hukum Islam?
2.     Bagaimana cara menghindari zina dalam kehidupan modern?
3.     Bagaimana pandangan Islam tentang cinta?
4.     Bagaimana pernikahan Islami yang sesuai dengan syari’at Islam?
5.     Apa yang harus dilakukan untuk menggapai cinta Allah?
6.     Mengapa menghindari perbuatan zina dapat dilakukan dengan menggapai cinta Allah melalui pernikahan yang Islami?


C.    Tujuan Penulisan Makalah
Melalui makalah berikut, penulis hendak menyampaikan beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah, antara lain:
1.      Untuk mengajak kaum muda menjauhi perbuatan zina dalam kehidupan modern,
2.      Menjelaskan tentang hakekat cinta yang sesungguhnya karena Islam pun juga mengenal cinta,
3.      Mengetahui cara-cara menggapai cinta yang diridhoi oleh Allah,
4.      Mengerti tentang pernikahan yang Islami,
5.      Menjelaskan bahwa menghindari perbuatan zina dapat dilakukan dengan menggapai cinta Allah melalui pernikahan yang Islami dapat
D.    Manfaat Penulisan Makalah
Makalah berikut ditulis agar memiliki nilai kebermanfaatan bagi pembaca, antara lain:
1.      Memaksimalkan dalam beribadah kepada Allah SWT dengan menjauhi zina dan segala sesuatu yang menjadi larangan-Nya,
2.      Menjadikan diri sebagai pribadi yang taat kepada Allah SWT karena Allah melihat setiap perbuatan kita,
3.      Mampu memahami arti cinta untuk menggapai ridho dari Allah SWT,
4.      Memperbaiki pola pikir bahwa lebih baik segera menikah dari pada terjerumus dalam hal-hal yang hina, seperti zina.







BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hakikat Zina Menurut Hukum Islam
Zina merupakan suatu perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT.Zina menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah persetubuhan yang dilakukan oleh bukan suami istri. Menurut Kamus Islam zina artinya hubungan kelamin antara laki- laki dan perempuan di luar perkawinan; tindakan pelacuran atau melacur. Sedangkan menurut Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, zina artinya hubungan seksual yang tidak diakui oleh masyarakat.
Menurut Sugeng Prabowo (2010) definisi zina dalam pandangan Islam adalah memasukkan penis (zakar) ke dalam vagina (farji) milik wanita yang bukan istrinya dengan sengaja dan tanpa unsur paksaan.
Ulama Al-Hanafiyah memberikan definisi yang lebih rinci  tentang zina, yaitu hubungan seksual yang haram yang dilakukan oleh mukallaf pada kemaluan wanita yang hidup dan musytahah dalam kondisi tanpa paksaan dan dilakukan di wilayah hukum Islam di luar hubungan kepemilikan atau nikah atau syubhat kepemilikan atau syubhat nikah
Suatu perbuatan dapat dikatakan zina apabila memenuhi 2 unsur:
a.        Terjadi persetubuhan antara dua orang yang berbeda jenis kelaminnya,
b.      Adanya unsur kesengajaan dan tanpa unsur paksaan.
Perbuatan yang tidak mengandung dua unsur diatas tidak dikatakan zina. Misalnya jika ada dua orang yang berbeda kelaminnya bermesraan, berciuman atau berpelukan, belum dapat dikatakan zina. Sehingga perbuatan tersebut tidak menjadikan pelakunya dijatuhi hukuman had, berupa dera bagi yang belum menikah, dan hukuman rajam bagi yang sudah menikah. Tetapi hukuman bagi orang yang bermesraan tersebut adalah hukuman ta’zir yang bersifat edukatif.
Pada hakikatnya, zina merupakan suatu hubungan bercampurnya pria dan wanita yang bukan muhrim (bukan suami istri) dan tidak terikat dalam suatu ikatan pernikahan untuk melakukan hubungan layaknya suami istri dalam rangka memenuhi kebutuhan biologisnya.
Zina merupakan perbuatan amoral, munkar dan berakibat sangat buruk bagi pelaku dan masyarakat, sehingga Allah mengingatkan agar hambanya terhindar dari perzinaan sesuai dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al-Isra’,17:32)
Di dalam Islam, zina termasuk perbuatan dosa besar. Hal ini dapat dapat dilihat dari urutan penyebutannya setelah dosa musyrik dan membunuh tanpa alasan yang haq. Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqaan : 68) .
1.      Hukuman bagi Pelaku Zina
Berdasarkan hukum Islam, hukuman bagi pelaku zina adalah hukuman had. Namun hukuman ini dibedakan antara pelaku zina yang belum menikah dan yang sudah menikah. 
a.       Pelaku zina yang belum menikah hukumannya adalah didera/dipukul dengan tongkat, tangan atau benda tumpul lainnya sebanyak 100 kali. Hukuman dera ini tidak boleh berakibat fatal bagi yang didera. Oleh karena itu disarankan pukulan/dera tidak hanya pada satu bagian saja, melainkan pada berbagai bagian tubuh, kecuali bagian vital dan rawan.Allah memberikan ancaman yang luar biasa bagi pelaku zina agar hambanya takut untuk melakukan zina dalam firmannya:
“Perempuan yang berzina dan laki- laki yangberzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera”. (QS. An-Nuur, 24:2)
b.       Pelaku zina yang sudah menikah hukumannya adalah dirajam sampai mati.
Dari Ubadah Ibnu al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Ambillah (hukum) dariku. Ambillah (hukum) dariku. Allah telah membuat jalan untuk mereka (para pezina). Jejaka berzina dengan gadis hukumannya seratus cambukan dan diasingkan setahun. Duda berzina dengan janda hukumannya seratus cambukan dan dirajam.” (H.R. Muslim).
2.      Pacaran (Khalwat) sebagai Jalan Syetan Menuju Zina
Seburuk-buruk orang Islam pasti mengetahui haramnya zina. Dalam Al-Qur’an, zina juga diharamkan dengan bentuk yang cukup jelas. Bahkan, bukan hanya zinanya saja yang diharamkan, sebab-sebab dan sarana yang menghantarkannya juga dilarang. Firman Allah Ta’ala:
۝۳۲وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’, 17: 32).
Di antara jalan zina yang berusaha ditutup oleh Islam adalah Khalwat. Yaitu menyendirinya seorang laki-laki dengan wanita yang bukan istri dan mahramnya di tempat sepi yang tidak dilihat orang banyak. Dan pacaran banyak dijalani anak muda sekarang bisa masuk di dalamnya.
Para ulama telah sepakat akan haramnya khalwat semacam ini, baik disertai nafsu syahwat ataupun tidak. Mereka mengatakan, bahwa seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat dengan wanita yang bukan mahram dan bukan istrinya, yaitu wanita ajnabiyab. Karena syetan akan menggoda keduanya ketika berkhalwat untuk melakukan sesuatu yang haram.
Khalwat adalah jalan syetan untuk menggoda manusia dan menjerumuskannya ke dalam perzinahan. Syariat Islam telah menutup jalan ini dan menghalanginya sehingga diharapkan orang Islam aman darinya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda:
لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا
Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 430)
3.      Akibat Buruk dari Zina
Mengingat perbuatan zina sering terjadi, demikian juga penyebabnya pun sudah tersebar dimana-mana, maka berikut beberapa dampak negatif dari perbuatan kotor ini, serta berbagai kemudharatan dan kerusakan yang diakibatkannya:
a.       Dalam perbuatan zina tekumpul semua jenis keburukan, seperti lemahnya agama, hilangnya ketakwaan, hancurnya kesopanan, lenyapnya rasa cemburu, dan terkuburnya akhlak terpuji,
b.      Perbuatan zina dapat membunuh rasa malu sehingga menjadikan seseorang tebal muka atau tidak tahu malu,
c.       Perbuatan zina mempengaruhi keceriaan wajah sehingga menjadikannya kusam, kelam, dan tampak layu bagaikan orang yang mengalami kesedihan mendalam,
d.      Perbuatan zina mengakibatkan kegelapan dan hilangnya cahaya hati,
e.       Perbuatan zina menjatuhkan bahkan menghilangkan harga diri pelakunya, menjatuhkan derajatnya di hadapan sang Pencipta dan seluruh makhluk-Nya, serta menghilangkan sebutan hamba yang berbakti, ’afif (pemelihara kehormatan diri), dan orang yang adil,
f.       Orang yang melakukan perbuatan zina berarti telah mengharamkan dirinya untuk menikmati bidadari Surga di tempat-tempat indah dalam surga ’Adn,
g.      Perbuatan zina menghilangkan kehormatan seorang gadis dan menyelimutinya dengan kehinaan, yang tidak hanya di tanggung seorang diri, tapi juga akan mencemari kehormatan keluarganya,
h.      Perbuatan zina memberi dampak negatif terhadap kesehatan jasmani pelaku yang sulit diobati atau disembuhkan, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup pelakunya. Perbuatan itu akan memicu munculnya berbagai penyakit, sepertiAIDS, penyakit Sifilis, penyakit Herpes, penyakit kelamin,dan penyakit kotor lainnya,
i.        Perbuatan zina merupakan penyebab hancurnya suatu umat.
B.     Cara Menghindari Zina dalam Kehidupan Modern
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi moral. Sejak dini, Islam telah mengantisipasi segala penyebab timbulnya kehancuran moral. Salah satu penyebab timbulnya kehancuran moral adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang mengarah pada zina. Islam tidak melarang pergaulan antara lawan jenis selama masih berada pada koridor Islam, misalnya untuk diskusi kelompok, berorganisasi, kegiatan sosial, dan sebagainya.
Oleh karena itu, untuk mencegah agar terhindar dari zina dalam kehidupan modern ini, khususnya bagi kalangan siswa dan mahasiswa, maka diperlukan usaha-usaha maksimal, antara lain:

1.      Memperkuat iman
Memperkuat iman dapat dilakukan dengan jalan berpuasa, menjaga pandangan, memakai jilbab bagi wanita, tidak bepergian ke tempat-tempat sepi tanpa disertai muhrimnya, dan lain sebagainya,
2.      Memperkuat pendidikan agama yang penekanannyadifokuskan pada pendidikan akhlak, baik di sekolah / perguruan tinggi, keluarga, maupun di masyarakat,
3.      Memelihara lingkungan masyarakat yang kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai moral,
4.      Mengembangkan budaya malu untuk melakukan pelanggaran moral, apalagi untuk berzina,
5.      Melakukan pejaringan  terhadap budaya asing dengan mengambil sisi yang positif dan membuang sisi negatifnya,
6.      Dikenakan sanksi tegas terhadap para pelanggar norma-norma moral dan norma-norma agama.

C.    Pandangan Islam tentang Cinta
1.      Definisi Cinta
Dalam kehidupan sehari-hari, sering didengar kata tentang cinta. Bahkan, dikalangan kaum muda pun kata tersebut sering di ucapkan. Cinta merupakan fitroh yang diberikan oleh Allah SWT pada setiap umat manusia. Namun, banyak manusia yang kurang paham akan arti cinta yang sesungguhnya. Sehingga, banyak terjadi penyimpangan dari nilai-nilai cinta yang hanya tertuju pada nafsu saja.
Kata al-hubb atau al-hibb menurut istilah bahasa, berarti cinta dan kasih sayang. Dikatakan tahabbaba ilaihi yang artinya dia mencintainya. Sedangkan habiib (kecintaan) adakalanya bermakna yang dicintai. Dari hal tersebut, cinta dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dan ketertarikan hati yang terjadi diantara kedua belah pihak, yaitu pihak yang dicintai dan pihak yang mencintai.
Ibnu Hazm mendefinisikan cinta sebagai hubungan ruhani yang terjalin di antara komponen-komponen yang beragam di kalangan makhluk ini sesuai dengan unsur kejadian semulanya di alam (ruhani) nan tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, Allah SWT berfirman:
“Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.”(QS. Al-A’raaf, 7:189)
Selain itu, terdapat pula cinta kepada pasangan, yakni naluri cinta yang alami yang diciptakan oleh Allah dalam diri manusia berikut dengan segala unsur dan ciri-ciri khasnya, baik yang bersifat ruhani maupun yang bersifat materi. Cinta antar pasangan yang paling baik dan dihalalkan adalah kecintaan suami terhadap istri-istrinya dan kecintaan istri terhadap suaminya.
Pada dasarnya, cinta menurut pandangan Islam adalah sebuah amalan hati yang akan terwujud dalam (amalan) lahiriah. Apabila cinta tersebut sesuai dengan apa yang diridhai Allah, maka cinta tersebut akan menjadi ibadah dan sebaliknya, apabila tidak sesuai dengan ridha-Nya maka akan menjadi perbuatan maksiat. Berarti telah jelas bahwa cinta yang sesungguhnya adalah mencintai karena mengharap cinta Allah.
2.      Cinta yang Suci Tidak Dapat Dicemari oleh Hal-hal yang Kotor
Cinta yang sejati ialah cinta yang membuat manusia dapat merasakan kebahagiaan. Cinta yang sejati ialah cinta yang halal, yang selainnya bukan cinta, melainkan hawa nafsu.Mengenai hal ini, Ar-Rafi’i berkata: “Jika rasa cinta tidak dicemari oleh perbuatan keji dan kotor, berarti dapat  membuktikan kesejatiannya, dan peran kemuliaan diri yang bersangkutan merupakan rahasia kekuatan dan unsur kelestarian yang ada dibaliknya.”
Ruh tidak akan bertemu, jiwa dan anggota tubuh tidak akan merasa tenteram kecuali jika cinta pasangan yang bersangkutan terjalin berdasarkan ikatan pernikahan yang disyari’atkan. Karena pernikahan merupakan terminal akhir yang dinantikan oleh setiap pria dan wanita agar keduanya dapat saling merasakan kenikmatan (ketenteraman). Sungguh mereka menginginkan dan merindukan untuk bertemu, menyatu, saling melengkapi, untuk menciptakan dan membangun kehidupan rumah tangga yang terindah.
3.      Jenjang dan Aspek-aspek Cinta
Cinta itu dimulai dari kecil, kemudian tumbuh membesar. Pada setiap jenjangnyamempunyai parameter sendiriyang dapat menjelaskan dan menggambarkan kondisinya. Oleh karenanya, cinta memiliki empat jenjang tingkatan, antara lain:
a.       Terpikat, yaitu ketika seseorang melihat orang lain, dengan melalui pandangan mata, maka mulai timbullah rasa cinta.
b.      Kagum, yaitu keinginan orang yang memandang untuk dekat dengan orang yang dipandangnya karena merasa terhibur dengan keberadaannya.
c.       Kangen, yaitu rasa kesepian karena berada jauh dari sang kekasih (antara suami istri) sehingga menimbulkan perasaan ingin berjumpa.
d.      Rindu, yaitu sibuknya perasaan hati karena memikirkan orang yang dicintai.
Apa pun tingkatan cinta itu, masing-masing memiliki aspek yang menjadi pijakannya. Masing-masing aspek ini menunjukkan sejauh mana hubungan manusia dengan Allah. Cinta sendiri terdiri dari tiga aspek, diantaranya:
a.       Cinta yang tertinggi; cinta yang menduduki peringkat paling tinggi adalah cinta kepadaAllah, Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya.
b.      Cinta yang pertengahan; cinta yang mulia, bersumberkan dari perasaan yang luhur, penuh dengan kesetiaan dan ketulusan. Sebagai contoh yaitu cinta kepada orang tua, anak-anak, saudara, kerabat, dan cinta pasangan suami istri.
c.       Cinta yang rendah; lebih memprioritaskan kecintaan kepada keluarga, kerabat, harta, dan rumah dari pada kecintaan kepada Allah, Rasul, dan berjihad di jalan Allah.
4.      Hikmah Cinta dan Keutamaannya
Cinta dalam pandangan Islam, memiliki beberapa hikmah dan keutamaan, diantaranya sebagai berikut:
a.       Cinta adalah batu ujian yang keras lagi pahit untuk menguji sepak terjang manusia. Ujian tersebut dibeikan pada orang yang sedang di mabuk asmara dalam hidupnya. Apakah yang bersangkutan akan menempuh jalan yang mulia lagi tinggi atau jalan yang hina lagi rendah, apakah dia berlebihan dalam cintanya ataukah seimbang, apakah dia bersikap disiplin dalam kecenderungan pada kekasihnya ataukah tidak terkendali,
b.      Jika tidak ada cinta, tentu tidak akan ada gerakan, kreativitas, pembangunan, maupun peradaban di alam semesta ini,
c.       Cinta merupakan faktor penentu bagi kelangsungan hidup eksistensi manusia, wacana untuk saling mengenal dengan sesama, dan sarana untuk saling mengisi guna membangun kebudayaan umat manusia,
d.      Jika cinta disalurkan dan diarahkan dengan baik, maka akan menjadi ikatan paling kuat bagi kekokohan bangunan sebuah keluarga, kesatuan masyarakat, dan kerukunan penuh cinta di berbagai penjuru dunia,
e.       Sesungguhnya kecintaan yang bersumberkan dari keimanan apabila keceriaannya telah meresap ke dalam qalbu manusia, maka yang bersangkutan akan dapat menciptakan berbagai macam keajaiban yang menakjubkan.
5.      Macam-macam Cinta
Di antara para ulama ada yang membagi cinta menjadi dua bagian dan ada pula yang membaginya menjadi empat. Asy-Syaikh Muhammad bin’Abdulwahhab Al-Yamani dalam kitab Al-Qaulul Mufid fi Adillatit Tauhid menyatakan bahwa cinta ada empat macam, yaitu:
a.       Cinta Ibadah
Cinta ibadah yaitu mencintai Allah dan apa-apa yang dicintainya.
Sebagaimana di firmankan oleh Allah SWT:
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu.”(QS. Al-Hujurat, 49:7)
“Dan orang-orang yang beriman lebih cinta kepada Allah.”(QS. Al-Baqarah, 2:165)
“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.”(QS. Al-Maidah, 5:54)
Dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
.........Hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari pada selain keduanya, dan hendaklah dia mencintai seseorang dan tidaklah dia mencintainya melainkan karena Allah....(HR. Al-Bukhari no. 16 Muslim no.43)
b.      Cinta Syirik
Cinta syirik yaitu mencintai Allah dan juga selainnya dan secara jelas hukumnya haram.
Berkaitan dengan cinta syirik, Allah berfirman:
“Dan di antara manusia ada yang menjadikan selain Allahsebagai tandingan-tandingan (bagi Allah), mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti cinta mereka kepada Allah.”(QS. Al-Baqarah,2:165)
c.       Cinta Maksiat
Cinta maksiat yaitu cinta yang akan menyebabkan seseorang melaksanakan apa yang diharamkan Allah dan meninggalkan apa-apa yang diperintahkan-Nya.
Allah berfirman:
“Dan kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang sangat.”(QS. Al-Fajr, 89:20)

d.      Cinta Tabiat
Cinta tabiat yaitu cinta sebatas kecintaan pada anak, keluarga, diri, harta dan perkara lain yang diperbolehkan. Hukum dari cinta ini boleh, tetapi tidak boleh melalaikan Allah.
Allah berfirman:
“Ketika mereka (saudara-saudara Yusuf ‘alaihis salam) berkata: ‘Yusuf dan adiknya lebih dicintai oleh bapak kita dari pada kita.”(QS. Yuusuf, 12:8)

D.    Pernikahan dalam Islam
Proses mencari jodoh dalam Islam bukanlah “membeli kucing dalam karung” sebagaimana sering dituduhkan. Namun justru diliputi oleh perkara yang penuh adab. Bukan “coba dulu baru beli” kemudian “habis manis sepah dibuang”, sebagaimana jamaknya pacaran muda-mudi di masa sekarang.
Islam sebagai agama yang mencakup seluruh sisi kehidupan telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan Islami yang berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah yang shahih.
Sebelum pembahasan mengenai pernikahan Islami yang sesuai dengan syari’at Islam, ada baiknya apabila kita mengetahui terlebih dahulu tentang definisi pernikahan; dasar dilakukannya pernikahan; tujuan pernikahan; hukum-hukum pernikahan; serta rukun, syarat, dan larangan dalam pernikahan. Juga tidak tertinggal pula agar umat Islam mengerti akan hikmah dari sebuah pernikahan.

1.      Definisi Pernikahan
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan, kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut Bahasa Indonesia kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat, “nikah adalah akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan  bersama dari terwujudnya kekeluargaan yang diridhoi Allah.”(Tim MGMP PAI SMA Kabupaten Karanganyar, 2010:43)
Sedangkan menurut BP. 4 Provinsi Jawa Tengah (1985:4) dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1971 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa “Pernikahan disebut juga Perkawinan yang artinya ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pernikahan atau nikah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga yang diridhoi Allah melalui Ijab Qobul serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan  bersama.
2.      Dasar Penikahan
Dalam pandangan Islam, dasar pernikahan atau perkawinan ada duabyaitu:
a.       Pertama, melaksanakan sunatullah. Sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan mereka yang berpekerti baik, termasuk hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan ......”(QS. An-Nuur, 24:32)
b.      Kedua, melaksanakan sunnah Rasul. Sebagaimana tersebut dalam Hadits Nabi:
“Perkawinan adalah peraturanku, barang siapa benci pada peraturanku, bukanlah ia termasuk umatku”(HR. Bukhari dan Muslim)

3.      Tujuan Pernikahan
Tujuan pokok perkawinan dalam Islam adalah sebagaimana difirmankan dalam Alqur’an:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mau berfikir.”(QS. Ar-Rum, 30:21)
Berdasarkan BP. 4 Provinsi Jawa Tengah (1985:5-6) menyimpulkan bahwa:
a.       Tujuan perkawinan dalam Islam ialah untuk mencapai ketenangan hidup yang diliputi kasih sayang lahir batin dari suami istri,
b.      Untuk memperoleh keturunan yang syah, keturunan yang mengenal kedua orang tuanya, dan orang tua yang bertanggung jawab kepada keturunannya,
c.       Untuk menjaga diri seseorang agar tidak mudah jatuh ke lembah kemaksiatan terutama perzinaan, karena orang yang telah menikah akan merasa bahwa segala tindakannya senantiasa mendapat pengawasan langsung dari suami atau istri,
d.      Untuk mewujudkan keluarga muslim yang sejahtera bahagia, tenteram, dan damai serta menciptakan pendidikan menurut ajaran Islam, sehingga mencerminkan keluarga yang taat menjalankan ibadah.
e.       Untuk memelihara keluarga dari siksa neraka.
Tim MGMP PAI SMA Kabupaten Karanganyar (2010:44) menyebutkan bahwa tujuan dari suatu pernikahan adalah:
a.       Memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman hidup,
b.      Memperoleh keturunan yang syah,
c.       Melaksanakan sunnah Rasul,
d.      Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridhoi Allah,
e.       Untuk mendapat rizki dan barokah,
f.       Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat.
4.      Hukum-hukum Pernikahan
Hukum nikah menurut Islam sebenarnya adalah wajib. Dikatakan demikian, karena Allah SWT telah menciptakan manusia di muka bumi secara berpasang-pasangan. Namun, menurut sebagian ulama, hukum nikah pada dasrnya adalah mubah. Artinya, boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari kondisi orang yang akan melakukan, hukum nikah ada5, yaitu:
a.       Jaiz / mubah, artinya setiap orang yang memenuhi syarat nikah, halal untuk menikah.
b.      Sunah, yaitu apabila mereka yang melakukan nikah mempunyai kemampuan untuk menafkahi keluarga dan mengurusi rumah tangga.
c.       Wajib, yaitu bagi mereka yang berkeinginan untuk menikah dan mempunyai kemampuan berumah tangga dan apabila tidak segera menikah dikhawatirkan terlibat zina.
d.      Haram, yaitu bagi orang yang bermaksud jelek dalam pernikahan, misalnya: ingin balas dendam atau menyakiti pasangannya.
e.       Makruh, yaitu bagi orang yang ingn menikah tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan keluargaya.
5.      Rukun, Syarat, dan Haramnya Suatu Pernikahan
Dalam menikah tentunya terdapat rukun-rukun nikah yang harus dipenuhi, agar sebuah pernikahan dapat dikatakan syah. Rukun nikah tersebut antara lain:
a.       Adanya calon suami, syaratnya: Islam, laki-laki, tidak dipaksa, bukan muhrim, cakap bertindak hukum untuk hidup berumah tangga, tidak terdapat halangan perkawinan.
b.      Adanya calon istri, syaratnya: Islam, bukan muhrim, tidak sedang ihrom, tidak bersuami, tidak dalam masa iddah,dapat dimintai persetujuannya, tidak terdapat halangan perkawinan.
c.       Adanya wali, syaratnya: Islam, baligh, berakal sehat, laki-laki, merdeka, tidak sedang ihrom.
Wali dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)      Wali Nasab : wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita.
2)      Wali hakim      : kepala negara yang beragama Islam, yang kemudian melalui menteri agama menunjuk KUA  kecamatan bertindak sebagai wali hakim.
d.      Adanya dua orang saksi, syaratnya:Islam, baligh, berakal, laki-laki, merdeka, tidak sedang ihrom.
e.       Sighot / Ijab dan Qobul
-          Ijab adalah ucapan dari wali / dari pihak mempelai wanita sebagai penyeraha kepada mempelai laki-laki.
-          Qobul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai penerimaan.
Selain terdapat rukun dan syarat nikah, dalam pernikahan juga terdapat hal-hal yang berupa larangan yang apabila tetap menikah, maka pernikahan itu dianggap haram hukumnya, diantaranya adalah seseorang yang merupakan muhrimnya.
Adapun sebab-sebab seseorang haram dinikahi ada empat, antara lain:
a.       Sebab keturunan yaitu ibu kandung dan seterusnya.
1)      Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu seterusnya),
2)      Saudara perempuan / sekandung, sebapak / seibu,
3)      Saudara perempuan dari bapak,
4)      Anak perempuan dari saudara laki-laki / saudara perempua.
b.      Sebab sepersusuan, seseorang yang sama menyusu kepada ibu yang sama/ ibu yang menyusui / saudara sepersusuan.
c.       Sebab pernikahan
1)      Ibu dari istri / mertua
2)      Anak tiri / apabila dinikahi
d.      Mempunyai pertalian muhrim dengan istri, seperti haram berpologami terhadap dua bersaudara, dengan bibinya, atau keponakannya.
6.      Hikmah Pernikahan
Adapun dalam suatu pernikahan dilakukan dengan tujuan yang baik dan mulia, maka akan mendatangkan hikmah bagi orang yang melakukan pernikahan tersebut. Hikmah pernikahan tersebut diantaranya:
a.       Cara yang halal untuk menyalurkan nafsu seks melalui ini selain lewat perzinahan, pelacuran, dan lain sebagainya yang amat merugikan.
b.      Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
c.       Memelihara kesucian diri
d.      Melaksanakan tuntutan syariat
e.       Membuat keturunan
f.       Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-anak
g.      Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
h.      Dapat mengeratkan silaturahim
7.      Pernikahan Islami yang Sesuai dengan Syari’at Islam
Pernikahan Islami yang sesuai menurut Islam, dapat dilihat  dari mengenal calon sampai proses akad nikah. Pernikahan yang Islami adalah pernikahan yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta cara-cara pernikahan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Berikut penjelasan tentang penikahan yang Islami tersebut.
a.       Mengenal calon pasangan hidup
Sebelum seorang lelaki memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya.
Adapun mengenali calon pasangan hidup di sini maksudnya adalah mengetahui siapa namanya, asalnya, keturunannya, keluarganya, akhlaknya, agamanya dan informasi lain yang memang dibutuhkan. Ini bisa ditempuh dengan mencari informasi dari pihak ketiga, baik dari kerabat si lelaki atau si wanita ataupun dari orang lain yang mengenali si lelaki / si wanita.
Yang perlu menjadi perhatian, hendaknya hal-hal yang bisa menjatuhkan kepada fitnah (godaan setan) dihindari kedua belah pihak seperti bermudah-mudahan melakukan hubungan telepon, sms, surat-menyurat, dengan alasan ingin ta’aruf (kenal-mengenal) dengan calon suami/istri. Jangankan baru ta’aruf, yang sudah resmi meminang pun harus menjaga dirinya dari fitnah.
Allah SWT berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً
مَعْرُوفًا
Artinya: “Maka janganlah kalian tunduk (lembut mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf.” (Al-Ahzab: 32)
Ada beberapa hal yang disenangi bagi laki-laki untuk memerhatikan wanita, diantaranya yaitu:
1)      Wanita itu shalihah, karena Rasulullah SAW bersabda:
تُنْكَحُ النِّسَاءُ لِأَرْبَعَةٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَلِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: “Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada, pent.) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka.” (HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
2)      Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara perempuannya yang telah menikah.
Rasulullah SAW pernah bersabda:
تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمْ
Artinya: “Nikahilah oleh kalian wanita yang penyayang lagi subur, karena aku berbangga-bangga di hadapan umat yang lain pada kiamat dengan banyaknya jumlah kalian.” (HR. An-Nasa`i no. 3227, Abu Dawud no. 1789, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Irwa`ul Ghalil no. 1784)
3)      Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِالْأَبْكَارِ، فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيْرِ
Artinya: “Hendaklah kalian menikah dengan para gadis karena mereka lebih segar mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah no. 1861, dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 623)
b.      Nazhar (Melihat calon pasangan hidup)
Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghibahkan dirinya. Si wanita berkata:
ياَ رَسُوْلَ اللهِ، جِئْتُ أَهَبُ لَكَ نَفْسِي. فَنَظَرَ إِلَيْهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَعَّدَ النَّظَرَ فِيْهَا وَصَوَّبَهُ، ثُمَّ طَأْطَأَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم رًأْسَهُ
Artinya: “Wahai Rasulullah! Aku datang untuk menghibahkan diriku kepadamu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melihat ke arah wanita tersebut. Beliau mengangkat dan menurunkan pandangannya kepada si wanita. Kemudian beliau menundukkan kepalanya. (HR. Al-Bukhari no. 5087 dan Muslim no. 3472)
Hadits ini menunjukkan bila seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita maka dituntunkan baginya untuk terlebih dahulu melihat calonnya tersebut dan mengamatinya. (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/215-216)
Bila nazhar dilakukan setelah khitbah, bisa jadi dengan khitbah tersebut si wanita merasa si lelaki pasti akan menikahinya. Padahal mungkin ketika si lelaki melihatnya ternyata tidak menarik hatinya lalu membatalkan lamarannya, hingga akhirnya si wanita kecewa dan sakit hati.
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Kata Muhammad, “Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا
Artinya: “Apabila Allah melemparkan di hati seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya melihat wanita tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)
Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan si wanita.
Ketika nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di depan mahramnya. Bagian ini biasa tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan semisalnya. Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ الْمَرْأَةَ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَي مَا يَدْعُوهُ إِلىَ نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
Bila seorang dari kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 99)


c.       Khithbah (peminangan)
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita, hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya.
Apabila seorang lelaki mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ
Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Setelah pinangan diterima tentunya ada kelanjutan pembicaraan, kapan akad nikad akan dilangsungkan. Namun tidak berarti setelah peminangan tersebut, si lelaki bebas berduaan dan berhubungan dengan si wanita. Karena selama belum akad keduanya tetap ajnabi, sehingga janganlah seorang muslim bermudah-mudahan dalam hal ini. Jangankan duduk, bicara berduaan, bahkan ditemani mahram si wanita pun masih dapat mendatangkan fitnah.
Yang perlu diperhatikan oleh wali ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia memerhatikan perkara berikut ini:
1)      Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya.
2)      Meminta ppat utrinya/wanita yang di bawah perwaliannya dan tidak boleh memaksanya.
d.      Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.
Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”
Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah.
e.       Walimatul ‘urs
Melangsungkan walimah ‘urs hukumnya sunnah menurut sebagian besar ahlul ilmi, menyelisihi pendapat sebagian mereka yang mengatakan wajib, karena adanya perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu ketika mengabarkan kepada beliau bahwa dirinya telah menikah:
أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Artinya: “Selenggarakanlah walimah walaupun dengan hanya menyembelih seekor kambing4.” (HR. Al-Bukhari no. 5167 dan Muslim no. 3475)
Walimah bisa dilakukan kapan saja. Bisa setelah dilangsungkannya akad nikah dan bisa pula ditunda beberapa waktu sampai berakhirnya hari-hari pengantin baru.
Hendaklah yang diundang dalam acara walimah tersebut orang-orang yang shalih, tanpa memandang dia orang kaya atau orang miskin. Karena kalau yang dipentingkan hanya orang kaya sementara orang miskinnya tidak diundang, maka makanan walimah tersebut teranggap sejelek-jelek makanan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ، يُدْعَى إِلَيْهَا اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْمَسَاكِيْنُ
Artinya: “Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana yang diundang dalam walimah tersebut hanya orang-orang kaya sementara orang-orang miskin tidak diundang.” (HR. Al-Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 3507)
Pada hari pernikahan ini disunnahkan menabuh duff (sejenis rebana kecil, tanpa keping logam di sekelilingnya yang menimbulkan suara gemerincing) dalam rangka mengumumkan kepada khalayak akan adanya pernikahan tersebut. Dalam acara pernikahan ini tidak boleh memutar nyanyian-nyanyian atau memainkan alat-alat musik, karena semua itu hukumnya haram.
E.     Berdua Menggapai Cinta Allah

Setelah dua orang insan menikah, tentu akan dihadapkan pada pembentukan keluarga baru yang di dalamnya terdapat berbagai macam sifat dan karakter yang tumbuh. Segala yang dilakukan dalam keluarga, tentunya untuk mengharap ridho dari Allah SWT. Untuk itu, dalam berumah tangga juga diperlukan cinta.
Cinta dalam kehidupan rumah tangga adalah salah satu tiang terpenting untuk mewujudkan ketenteraman dan ketenangan. Sebab, rasa cinta seseorang kepada pasangannya akan mendorong dia memenuhi hak-hak yang wajib ditunaikannya. Sedangkan pemenuhan hak antar pasangan ini adalah faktor terpenting dalam menjaga keutuhan bangunan rumah tangga.
Manusia dalam mencintai pasangannya, memiliki perbedaan satu sama lain dalam landasan yang mendasari rasa cinta tersebut. Akan tetapi bagi seorang mukmin, ada satu landasan yang harus selalu mendasari kecintaannya kepada segala sesuatu, yaitu kecintaan kepada Allah.
Oleh karena itu, apabila seorang mukmin mencintai pasangan hidupnya, hendaknya dia tidak mencintainya melainkan hanya karena Allah. Yakni, dia mencintai pasangannya karena keshalihan dan ketaatannya kepada Allah, dan dia membenci pasangannya karena kemaksiatan dan kedurhakaannya kepada Allah. Maka, hendaknya pasangan suami istri yang beriman memperhatikan kecintaan mereka kepada Allah dan berusaha untuk menggapai kecintaan Allah kepada mereka.
Secara umum, usaha untuk menggapai kecintaan Allah adalah dengan melakukan berbagai ibadah yang di syari’atkan. Karena ibadah itu pada hahikatnya adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik perkataan maupun perbuatan lahir dan batin. Maka setiap orang yang melakukan salah satu bentuk ibadah, baik berupa ibadah hati, lisan, maupun anggota badan lahiriah, berarti dia sedang berusaha untuk mencintai Allah dan berusaha menggapai cinta-Nya.
Selain itu, penting bagi seorang mukmin dalam melaksanakan ibadah tersebut hendaknya sesuai dengan yang dituntunkan oleh Rasulullah Salallahu ‘alaihi Wasallam. Tidak melakukannya denga tata cara yang dibuat-buat yang tidak ada tuntunannya dari beliau.
Allah berfirman:
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Rasulullah), niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Ali ‘Imran, 3: 31)
Secara terperinci, Ibnu Qayyim telah Rahimahullahu telah menyebutkan sepuluh sebab yang bisa mendatangkan kecintaan Allah SWT:
1.      Membaca Al-Qur’an dengan tadabbur dan berusaha memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya sesuai dengan yang Allah kehendaki.
2.      Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunah setelah melakukan amalan-amalan yang wajib.
3.      Senantiasa berdzikir kepada Allah dalam segala keadaan baik dengan hati, lisan, perbuatan, maupun dengan keadaannya. Maka bagian yang dia peroleh dalam kecintaan sesuai dengan kadar dzikir yang dia lakukan.
4.      Mendahulukan apa yang Allah cintai atas apa yang dicintai oleh dirinya ketika hawa nafsu menguasai.
5.      Pengetahuan dan persaksiannya terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT. Sebab, barangsiapa yang mengenal Allah dengan benar melalui nama, sifat, dan perbuatan-Nya, pasti dia akan mencintai Allah.
6.      Mempersaksikan kebaikan, karunia dan nikmat-Nya yag sangat banyak baik lahir maupun batin, maka akan mendorong untuk mencintai-Nya.
7.      Ketundukan dan kerendahan hati secara utuh di hadapan Allah.
8.      Berkhalwat (menyendiri) bersama Allah di waktu turun-Nya ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, untuk bermunajat  kepada-Nya, membaca firman-Nya, mengkonsentrasikan hati, dan beradab dengan adab-adab penghambaan di hadapan-Nya, kemudian mengakhirinya dengan istighfar dan taubat.
9.      Duduk bergaul dengan orang-orang yang mencintai Allah dan jujur dalam kecintaannya, serta memetik buah perkataan mereka yang baik dan tidak berbicara ditengah mereka kecuali ada manfaatnya bagi dia dan orang lain.
10.  Menjauhi segala hal yang bisa menjadi penghalang antara hati dengan Allah.
Orang yang benar dan  jujur dalam kecintaannya kepada Allah, maka ia akan mendapatkan kecintaan Allah kepadanya dan Allah akan mengampuninya. Jika seseorang telah dicintai oleh Allah, maka dia akan mendapatkan taufik dari Allah SWT dalam segala tindak-tanduknya. Jika dia meminta sesuatu kepada-Nya, maka Dia pasti memberinya dan jika dia berlindung kepada-Nya, maka Dia pasti melindunginya.
Maka, seandainya sepasang suami istri telah menggapai kecintaan Allah, tidaklah mustahil jika Allah akan memberikan kemudahan kepada mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada dalam keluarga. Selain itu, pasangan suami istri ini akan mendapatkan kecintaan dari pasangannya. Karena ketika mereka bersungguh-sungguh dalam mencintai Allah, maka Allah akan menumbuhkan kecintaan diantara mereka.
F.     Menghindari Zina dengan Menggapai Cinta Allah Melalui Pernikahan yang Islami
“Rosulullah pernah berkata kepada Ali ra: Hai Ali, ada 3 perkara yang jangan kamu tunda-tunda pelaksanaannya, yaitu:
1. Shalat apabila tiba waktunya,
2. Jenazah apabila sudah siap penguburannya, dan
3. Wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya.” (HR. Ahmad)
Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa apabila seorang wanita telah menemukan pria sepadan yang meminangnya, maka bukan lagi waktu untuk memunda pelaksanaannya. Dalam hal ini adalah sebuah pernikahan. Namun, beberapa kaum muda  saat ini kebanyakan tidak ingin cepat-cepat menikah. Beberapa diantaranya tidak ingin menikah terlalu cepat karena masih kuliah / menuntut ilmu, takut tak bebas, belum siap dalam hal materi / rezeki , tak ada / belum ada jodoh, dan lain sebagainya. Namun dengan berbagai alasan tersebut justru membuat mereka jatuh dalam suatu jebakan syetan yang berupa cinta maksiat yang lebih banyak mengarah pada hal-hal yang berbau zina. Perlu diketahui bahwa sebenarnya untuk menghindari hal-hal yang berbau zina dan apabila kita takut dengan kemungkinan adanya zina, dapat dilakukan dengan cara menikah.
Menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan Al-Baihaqi).
Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada mereka yang mengambil langkah ini.
 “ Tiga golongan yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)
Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim (syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.
Untuk kaum muda, sebenarnya tidak dipermasalahkan apabila ada seseorang yang ingin menikah di usia muda, karena takut bila terjebak zina. Karena, menikah pada usia muda memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1.Menjaga kesucian fajr (kemaluan) dari perzinaan serta menjaga pandangan mata. (QS 24:30-31)
2.Dapat melahirkan perasaan tentram (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) dalam hati. (QS 0:21) 
3.Segera mendapatkan keturunan, dimana anak akan menjadi Qurrata a'yunin (penyejuk mata, penyenang hati) (QS 25:74) Karena usia yang baik untuk melahirkan bagi wanita antara 20-30 tahun; diatas umur tsb akan beresiko baik bagi ibu maupun sang bayi.
4.Memperbanyak ummat Islam, seperti yang dipesankan Rosul beliau akan membanggakan jumlah ummatnya yang banyak nanti di akhirat. 
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa menghindari zina dapat dilakukan dengan cara menikah. Menikah yang dalam artiannya tentu pernikahan yang dilaksanakan sesuai syari’at Islam. Karena dengan adanya jalinan cinta yang suci berdasarkan syari’at dalam suatu pernikahan dapat mengendalikan diri kita dari berbagai maksiat (termasuk di dalamnya zina) dan dapat menanamkan nilai-nilai akhlak baru menuju rahmat Ilahi. Apabila seseorang ingin menunda pernikahan hanya untuk mencari kebebasan yang justru menyesatkannya pada keburukan, maka tidak dibenarkan. Karena Allah akan memudahkan jalan untuk orang-orang yang beribadah dan menjaga dirinya serta berkumpul dengan cara-cara yang halal melalui sebuah ikatan pernikahan. Dengan begitu, Allah akan menenteramkan hati dan jiwa setiap insan yang ingin menjaga kesuciannya.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada masa modern seperti sekarang, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam hal moral. Berbagai penyimpangan  moral tersebut mengarah pada suatu perbuatan yang tidak diridhoi Allah yaitu zina. Pada hakikatnya, zina merupakan suatu hubungan bercampurnya pria dan wanita yang bukan muhrim (bukan suami istri) dan tidak terikat dalam suatu ikatan pernikahan untuk melakukan hubungan layaknya suami istri dalam rangka memenuhi kebutuhan biologisnya. Hukuman bagi orang yang melakukan zina adalah dideara sebanyak 100 kali bagi orang yang belum menikah dan hukuman rajam bagi orang yang sudah menikah.
Banyak di kalangan manusia yang pada zaman modern lebih  mengedepankan berkhalwat dengan lawan jenisnya tanpa ditemani muhrimnya. Hal tersebut juga diharamkan karena hal tersebut sebenarnya adalah sarana menuju zina.
Oleh karenanya, hindarilah zina dan sarana yang menghantarkan pada zina tersebut. Menghindari terjadinya zina karena takut pada Allah dapat dilakukan dengan cara menikah bagi yang ingin menjaga iman dan kesuciannya. Menikah yang dalam artiannya yaitu pernikahan yang dilaksanakan sesuai syari’at Islam yang diawali dengan mengenal calon pasangan hidup, nazhar, khithbah (meminang), melaksanakan akad nikah, dan pengadaan walimah yang sesuai dengan tata cara Islam. Karena dengan adanya jalinan cinta yang suci berdasarkan syari’at dalam suatu pernikahan dapat mengendalikan diri kita dari berbagai maksiat (termasuk di dalamnya zina) dan dapat menanamkan nilai-nilai akhlak baru menuju rahmat Ilahi. Apabila seseorang ingin menunda pernikahan hanya untuk mencari kebebasan yang justru menyesatkannya pada keburukan, maka tidak dibenarkan. Karena Allah akan memudahkan jalan untuk orang-orang yang beribadah dan menjaga dirinya serta berkumpul dengan cara-cara yang halal melalui sebuah ikatan pernikahan. Dengan begitu, Allah akan menenteramkan hati dan jiwa setiap insan yang ingin menjaga kesuciannya.

B.     Saran-saran
Dari makalah “Mengindari Zina dengan Menggapai Cinta Allah melalui Pernikahan yang Islami” tersebut, penulis memberikan saran agar beberapa hal diambil hikmah dan diterapkan dalam kehidupan, diantaranya:
1.      Hindarilah berkhalwat dengan lawan jenis agar tidak terjerumus pada zina,
2.      Selalu meningkatkan taqwa dengan terus menjalankan ibadah dan mengingat Allah SWT,
3.      Mintalah ampunan kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun,
4.      Menghindari zina dengan menikah apabila seseorang ingin menjaga kesuciannya karena takut kepada Allah SWT.










DAFTAR PUSTAKA

Ath-Thahir, Fat-hi Muhammad. 2006. Beginilah Seharusnya Suami Istri Saling Mencintai. Bandung: Irsyad aitus Salam.
Akbar, Agustiar Nur. 2011. Hakikat Cinta dan Pernikahan dalam Islam, (Online), (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/05/27/lluu6v-hakikat-cinta-dan-pernikahan-dalam-islam, diakses pada 22 Juni 2012)
Alabik. 2011. Hukum Nikah Kawin dalam Islam (Online), (http://alabik.com/hukum-nikah-kawin-dalam-islam.html, diakses pada 22 Juni 2012)
Badan Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian (BP. 4). 1985. Buku Pinter Keluarga Muslim. Semarang: BP. 4.
Bisa Karena Terbiasa. 2011. Akibat Buruk Zina dan Bagaimana Cara Taubatnya?,(Online),(http://aslibumiayu.wordpress.com/2011/02/19/akibat-buruk-zina-dan-bagaimana-cara-taubatnya/, diakses pada 27 Juni 2012)
Hamba Allah. 2012. Pacaran (Khalwat) Jalan Syetan Menuju Zina, (Online), (http://hamba4wl.wordpress.com/2012/06/10/pacaran-khalwat-jalan-syetan-menuju-zina/, diakses pada 27 Juni 2012)
Majalah Nikah Sakinah. 15 Februari 2010. Berdua Menggapai Cinta-Nya, Vol. 8, No. 10, hlm. 8-9. Sukoharjo.
Mafrukhi, Hanif Nurcholis, Nasikhin. 2005. Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga.
Prabowo, Sugeng. 2010. Zina dalam Pandangan Islam, (Online),  (http://www.sugengprabowo.com/zina-dalam-pandangan-islam, diakses pada 27 Juni 2012)
Qur’an dan Sunnah - Agama itu Nasehat. 2009. Pernikahan Menurut Islam dari Mengenal Calon sampai Proses Akad Nikah, (Online), (https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/05/29/pernikahan-menurut-islam-dari-mengenal-calon-sampai-proses-akad-nikah/, diakses pada 22 Juni 2012)
Rahmat. 2012. Batas Zina yang Mewajibkan Rajam/Cambuk, (Online),  (http://blog.re.or.id/batas-zina-yang-mewajibkan-rajamcambuk.htm, diakses pada 27 Juni 2012)
Rochim, Goes. 2012. Zina Menurut Hukum Islam, (Online), (http://gusrochim.blogspot.com/2012/01/zina-menurut-hukum-islam.html, diakses pada 27 Juni 2012)
Tim MGMP PAI SMA Kabupaten Karanganyar. 2010. Global-Modul Pendidikan Agama Islam SMA Kelas XII. Solo: CV. Bakti Ilmu.
Majalah As-Safir. 2010. Cinta, Vol. 7, hlm. 2-4. Karanganyar: Rohis SMA N 1 Karanganyar.
Wikipedida. 2012. Pernikahan dalam Islam, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam, diakses pada 22 Juni 2012)


LAMPIRAN

Lampiran: Foto Buku Sumber Kepustakaan Makalah


Description: 120622-142840.png
 








Beginilah Seharusnya Suami Istri Saling Mencintai
Description: 12.png









Global-Modul Pendidikan Agama Islam SMA Kelas XII
Description: 13.png







Buku Pinter Keluarga Muslim
Description: 14.png







As-Safir
Cinta
Description: 15.png







Nikah Sakinah
Berdua Menggapai Cinta-Nya
Description: 16.png







Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas VIII


Tidak ada komentar: